Bank Darah Tali Pusat Didirikan di Indonesia

Jakarta, Kompas – Bank darah tali pusat resmi didirikan di Indonesia, Sabtu (14/10), atas prakarsa PT Cordlife Indonesia, sebuah perusahaan patungan antara PT Kalbe Farma dan Cordlife International Singapura yang bergerak dalam bidang penyimpanan tali pusat. Bank darah tali pusat itu mulai beroperasi pada Januari 2007.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, pendirian bank darah tali pusat itu dapat mempercepat kemajuan di bidang kesehatan, riset dan teknologi, terutama terapi sel induk (stem cell). “Saat ini kita baru sebagai pengguna. Secara bertahap, hendaknya terjadi alih teknologi stem cell,” ujar Siti Fadilah menegaskan.

Penelitian sel induk telah berlangsung di sejumlah lembaga penelitian di Tanah Air, tetapi tanpa koordinasi. Dibandingkan dengan Singapura dan sejumlah negara lain di Asia, teknologi sel induk di Indonesia masih tertinggal. “Untuk mengembangkan riset stem cell, butuh dana sangat besar dan jangka waktu lama,” kata Menkes.

Karena aturan pemerintah tidak jelas, belakangan bermunculan agen perusahaan asing yang menawarkan jasa penyimpanan darah tali pusat. Kini, pemerintah mengeluarkan izin bagi PT Cordlife Indonesia untuk melayani keluarga yang ingin menyimpan darah tali pusat bayinya pada saat melahirkan, dan akan memproses serta menyimpannya di Indonesia.

Presiden Komisaris Utama PT Kalbe Farma Boenjamin Setiawan menyatakan, darah tali pusat itu siap dipergunakan sewaktu-waktu jika ada kerabat menderita penyakit berkaitan dengan darah, seperti leukemia dan talasemia. Biaya pengambilan darah tali pusat itu sekitar 1.400 dollar Singapura dan biaya penyimpanannya per tahun mencapai 250 dollar Singapura.

Darah tali pusat diambil segera setelah kelahiran dan seusai tali pusat diklem serta dipotong. Pengambilannya menggunakan kantung darah karena lebih aman dibandingkan metode lain, seperti metode jarum suntik. Tali pusat dibersihkan dengan iodin dan jarum kantung darah ditusukkan ke vena tali pusat.

Pencemaran bakteri dan jamur dapat terjadi saat pengambilan dan pengolahan. Karena itu, perlu dilakukan pengujian darah tali pusat terhadap bakteri dan jamur sebelum dan sesudah darah diproses untuk memastikan darah tetap bebas dari pencemaran sehingga dapat dipergunakan saat diperlukan. “Darah ibu harus diperiksa apakah terinfeksi hepatitis B dan C, HIV serta sifilis,” ujar Boenjamin.

Terapi sel induk

Terapi dengan memakai sel induk dari darah tali pusat ditemukan dalam sebuah penelitian pada tahun 1963. Sebab, darah dalam ari-ari dan tali pusat mengandung jutaan sel induk pembentuk darah yang sejenis dengan sel induk di dalam sumsum tulang dan berhasil digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kelainan darah.

Hingga kini, ribuan pencangkokan darah tali pusat telah dilakukan dan lebih dari 72 penyakit dapat diobati dengan pencangkokan sel induk.

“Di masa datang, sel induk dipercaya dapat digunakan untuk memperbaiki organ tubuh, seperti jantung dan pankreas, serta membantu pengobatan penyakit stroke, alzheimer, parkinson,” kata Dr Sunny Tan Chiok Ling PhD dari Cygenics.

Sejauh ini, penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi masalah etik dan dilarang di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Perancis, sehingga menghambat kemajuan penelitian ini. Padahal, sel stem embrionik mampu berproliferasi terus-menerus dalam kultur optimal dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel jaringan sehingga bisa mengobati berbagai penyakit degeneratif.

“Untuk mencegah kontroversi ini, alternatif lain adalah memakai darah perifer atau tali pusat (umbilical cord blood stem cell) yang mengandung banyak sel stem dewasa dan mempunyai kemampuan proliferasi lebih baik dibandingkan sel stem sumsum tulang,” kata Boenjamin. Sel stem dewasa terdapat di semua organ tubuh dan berfungsi melakukan regenerasi untuk mengatasi kerusakan organ tubuh.

Swedia, Rusia, India, Singapura dan Malaysia telah mengembangkan penelitian ini. (EVY)

Posted in UMUM | Tagged , | 18 Comments

MENGHARAPKAN KEAJAIBAN

MENGHARAPKAN KEAJAIBAN

Sampai kira-kira 1 ½ tahun lamanya saya menderita stroke, sudah berbagai pengobatan saya alami dari yang paling tradisional sampai dengan pengobatan yang paling modern (saat ini penulis sudah +/- 3 tahun menderita pasca stroke-red) . Semangat untuk sembuh seperti sediakala menyala-nyala dan sealu mengimpikan hal itu bisa terjadi, kemudian saya bisa kekantor seperti sedia kala pula. Upaya tersebut saya lakukan mulai dari ujung utara indonesia nsampai ke ujung timur. Tetapi berhasilkah usaha saya tersebut ?. Dibawah ini saya ceritakan kepada rekan insan pasca stroke untuk dapat mengambil hikmah dari hal tersebut. Waktu itu saya untuk pertama kali mendengar adanya pengobatan REIKI dari teman saya di Surabaya. Diceritakan berbagai keberhasilan dari sistim pengobatan tersebut.. Dicontohkan bahwa ada orang yang buta bisa melihat kembali dan yang lbih menarik bagi saya adalah crita tentang seorang mantan gubernur yang mengalami stroke dan lumpuh setengah badannya dapat berlari kembali.
Melihst hal tersebut saya bertekad ingin mendapatkan pengobatan ini dan berangkat ke Surabaya. Saya mengajak kawan baik saya sesama IPS yang kondisinya sama dengan diri saya untuk berangkat kesana.
Saya berangkat siang itu dari Jakarta ke Surabaya dengan pesawat udara dengan impian sepulang berobat nanti ke jakarta sydah dalam kondisi normal kembali. Sampai di Surabaya sudah menjelang sore, sehingga saya harus menginap di rumah teman saya tersebut. Esoknya pagi-pagi sekali kami berdua sudah menuju ke tempat yang telah ditentukan. Sampai ditempat tersebut kami menunggu pakar REIKI yang konon kabarnya baru pulang berguru dari TIBET.
Sungguh luar biasa , didalam ruangan itu berisi ribuan orang yang rsata-rata berpenyakit berat termasuk juga stroke yang tak terhitung jumlahnya. Sehingga hati saya bertambah yaqin bahwa pengobatan ini akan berhasil.
Tepat pukul 10:00 acsara dimulai.kita semua para pasien duduk di tengah gedung dan para pakar Reiki berdiri disekeeliling dalam gedung. Kami para pasien disuruh untuk berkonsentrasi penuh kemudian diputarkan lagu-lagu yang mengalun syahdu sambil seluruh pasien diminta untuk memejamkan mata. Hal tersebut berlangsung kira-kira 20 menit. Dan dalam waktu tersebut saya menjadi bingung sendiri karena adanya berbagai reaksi pada para penderita, ada yang berteriak-teriak, ada pula yang menangis sejadi-jadinya, nsamun kami berdua yang duduk bersebelahan tidak merasakan apa-apa.
Kemudian setelah 20 menit kami para penderita disuruh membuka mata kembali. Apa yang terjadi setelah itu ?. kami berdua hanya saling memandang., kok tidak terasa apapun ???. Kemudian tanpa komando kami berdua melihat seluruh isi gedung itu. Tidak ada satu orangpun yang mengalami kesembuhan?????.

Posted in OPINI | 11 Comments

Bank Darah Tali Pusat Didirikan di Indonesia

Bank Darah Tali Pusat Didirikan di Indonesia (Kompas,16 Oktober 2006)

 

Jakarta, Kompas – Bank darah tali pusat resmi didirikan di Indonesia, Sabtu (14/10), atas prakarsa PT Cordlife Indonesia, sebuah perusahaan patungan antara PT Kalbe Farma dan Cordlife International Singapura yang bergerak dalam bidang penyimpanan tali pusat. Bank darah tali pusat itu mulai beroperasi pada Januari 2007.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, pendirian bank darah tali pusat itu dapat mempercepat kemajuan di bidang kesehatan, riset dan teknologi, terutama terapi sel induk (stem cell). “Saat ini kita baru sebagai pengguna. Secara bertahap, hendaknya terjadi alih teknologi stem cell,” ujar Siti Fadilah menegaskan.

Penelitian sel induk telah berlangsung di sejumlah lembaga penelitian di Tanah Air, tetapi tanpa koordinasi. Dibandingkan dengan Singapura dan sejumlah negara lain di Asia, teknologi sel induk di Indonesia masih tertinggal. “Untuk mengembangkan riset stem cell, butuh dana sangat besar dan jangka waktu lama,” kata Menkes.

Karena aturan pemerintah tidak jelas, belakangan bermunculan agen perusahaan asing yang menawarkan jasa penyimpanan darah tali pusat. Kini, pemerintah mengeluarkan izin bagi PT Cordlife Indonesia untuk melayani keluarga yang ingin menyimpan darah tali pusat bayinya pada saat melahirkan, dan akan memproses serta menyimpannya di Indonesia.

Presiden Komisaris Utama PT Kalbe Farma Boenjamin Setiawan menyatakan, darah tali pusat itu siap dipergunakan sewaktu-waktu jika ada kerabat menderita penyakit berkaitan dengan darah, seperti leukemia dan talasemia. Biaya pengambilan darah tali pusat itu sekitar 1.400 dollar Singapura dan biaya penyimpanannya per tahun mencapai 250 dollar Singapura.

Darah tali pusat diambil segera setelah kelahiran dan seusai tali pusat diklem serta dipotong. Pengambilannya menggunakan kantung darah karena lebih aman dibandingkan metode lain, seperti metode jarum suntik. Tali pusat dibersihkan dengan iodin dan jarum kantung darah ditusukkan ke vena tali pusat.

Pencemaran bakteri dan jamur dapat terjadi saat pengambilan dan pengolahan. Karena itu, perlu dilakukan pengujian darah tali pusat terhadap bakteri dan jamur sebelum dan sesudah darah diproses untuk memastikan darah tetap bebas dari pencemaran sehingga dapat dipergunakan saat diperlukan. “Darah ibu harus diperiksa apakah terinfeksi hepatitis B dan C, HIV serta sifilis,” ujar Boenjamin.

Terapi sel induk

Terapi dengan memakai sel induk dari darah tali pusat ditemukan dalam sebuah penelitian pada tahun 1963. Sebab, darah dalam ari-ari dan tali pusat mengandung jutaan sel induk pembentuk darah yang sejenis dengan sel induk di dalam sumsum tulang dan berhasil digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kelainan darah.

Hingga kini, ribuan pencangkokan darah tali pusat telah dilakukan dan lebih dari 72 penyakit dapat diobati dengan pencangkokan sel induk.

“Di masa datang, sel induk dipercaya dapat digunakan untuk memperbaiki organ tubuh, seperti jantung dan pankreas, serta membantu pengobatan penyakit stroke, alzheimer, parkinson,” kata Dr Sunny Tan Chiok Ling PhD dari Cygenics.

Sejauh ini, penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi masalah etik dan dilarang di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Perancis, sehingga menghambat kemajuan penelitian ini. Padahal, sel stem embrionik mampu berproliferasi terus-menerus dalam kultur optimal dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai sel jaringan sehingga bisa mengobati berbagai penyakit degeneratif.

“Untuk mencegah kontroversi ini, alternatif lain adalah memakai darah perifer atau tali pusat (umbilical cord blood stem cell) yang mengandung banyak sel stem dewasa dan mempunyai kemampuan proliferasi lebih baik dibandingkan sel stem sumsum tulang,” kata Boenjamin. Sel stem dewasa terdapat di semua organ tubuh dan berfungsi melakukan regenerasi untuk mengatasi kerusakan organ tubuh.

Swedia, Rusia, India, Singapura dan Malaysia telah mengembangkan penelitian ini. (EVY)

Sumber:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0610/16/humaniora/3027770.htm

Posted in UMUM | Leave a comment

Terapi Sel Induk, Dibayangi Masalah Etika


Embrio
Terapi Sel Induk, Dibayangi Masalah Etika (Kompas 17 november 2006)

Riset stem cell (sel induk) menjanjikan terapi yang sangat mengagumkan. Bahkan, banyak orang optimistis riset ini akan merombak total cara pengobatan yang ada sekarang. Akan tetapi, riset stem cell, khususnya sel induk dari embrio, masih berhadapan dengan permasalahan etis yang sangat besar.
Salah satu tujuan dibuat sel induk adalah untuk keperluan riset agar para ahli makin mengenali proses perkembangan awal kehidupan manusia yang tidak dapat diamati di rahim. Sel induk juga digunakan untuk riset, percobaan obat-obat baru untuk mengetahui kemujarabannya beserta efek sampingnya, dan terapi gen.

 

Menurut Dr CB Kusmaryanto SCJ dalam bukunya berjudul Sel Abadi dengan Seribu Janji Terapi, sel induk merupakan sel yang tidak atau belum terspesialisasi, sel awal mula, dalam berkembang biak melalui pembelahan sel dalam waktu lama. Sebab, sel ini dalam tahap awal perkembangan embrio manusia menjadi sel awal mula yang menumbuhkan semua organ tubuh manusia.

 

Sel induk memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, dan sel pankreas. Sel induk juga mampu meregenerasi dirinya sendiri. Menurut The Official National Institute of Health Resource for Stem Cell Research, sel induk ini ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh.

 

Berdasarkan sumbernya, sel induk dibagi menjadi zigot, yaitu tahap sesaat setelah sperma bertemu sel telur. Adapun sel stem embrionik adalah sel yang diambil dari inner cell mass, suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst yang berusia lima hari dan terdiri atas seratus sel. Sel ini dapat berkembang biak dalam media kultur optimal menjadi berbagai sel, seperti sel jantung, sel kulit, dan saraf.

 

Sumber lain adalah sel stem dewasa, yakni sel induk yang terdapat di semua organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan. Tubuh kita mengalami perusakan oleh berbagai faktor dan semua kerusakan yang mengakibatkan kematian jaringan dan sel akan dibersihkan. Sel stem dewasa dapat diambil dari fetus, sumsum tulang, dan darah tali pusat.

 

Sel induk embrionik maupun sel induk dewasa sangat besar potensinya untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, seperti infrak jantung, stroke, parkinson, diabetes, berbagai macam kanker; terutama kanker darah dan osteoarthritis. Sel stem embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan yang rusak.

 

Keuntungan sel induk dari embrio di antaranya ia mudah didapat dari klinik fertilitas, bersifat pluripoten sehingga dapat berdiferensiasi menjadi segala jenis sel dalam tubuh, berumur panjang karena dapat berpoliferasi beratus kali lipat pada kultur, reaksi penolakan juga rendah. Namun, sel induk ini berisiko menimbulkan kanker jika terkontaminasi, berpotensi menimbulkan penolakan, dan secara etika sangat kontroversial.

 

Sementara sel induk dewasa dapat diambil dari sel pasien sendiri sehingga menghindari penolakan imun, sudah terspesialisasi sehingga induksi jadi lebih sederhana dan secara etika tidak ada masalah. Kerugiannya, sel induk dewasa ini jumlahnya sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan matur, masa hidupnya tidak selama sel induk dari embrio, dan bersifat multipoten sehingga diferensiasinya tidak seluas sel induk dari embrio.

 

Sejauh ini, penggunaan sel stem embrionik masih dibayangi masalah etika dan dilarang di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat dan Perancis. Pemerintah Federal Amerika Serikat melarang pendanaan penelitian yang menggunakan sel induk berasal dari embrio, tetapi tidak melarang penelitian itu sendiri. Hal ini menyebabkan penelitian dilakukan pihak swasta tanpa pengawasan yang baik.

 

Namun, di beberapa negara, seperti Singapura, Korea, dan India, penggunaan sel stem embrionik manusia untuk kedokteran regeneratif diperbolehkan. Kanada membolehkan penggunaan embrio sisa bayi tabung untuk penelitian sel induk. Swedia mendukung kegiatan pengklonan embrio untuk tujuan pengobatan. Di Inggris, pihak swasta diperbolehkan membuat sel induk dari embrio.

 

Bahkan, Singapura menanamkan modal dalam upaya penelitian sel induk yang berasal dari embrio sebesar 300 juta dollar AS dengan mengembangkan Biopolis, suatu taman ilmu yang modern dengan tujuan khusus penelitian sel induk. Di Singapura juga telah didirikan suatu bank penyimpanan darah tali pusat.

 

Ketua Kelompok Kerja Stem Cell Komisi Bioetika Nasional MK Tadjudin menyatakan bahwa sumber sel induk berupa embrio dari hasil abortus, zigot sisa dan hasil pengklonan. Hal ini menimbulkan berbagai masalah etika, seperti apakah penelitian embrio manusia secara moral dapat dipertanggungjawabkan: apakah penelitian yang menyebabkan kematian embrio itu melanggar hak asasi manusia dan berkurangnya penghormatan pada makhluk hidup.

 

“Suatu keputusan etika yang benar hanya dapat diambil dengan mengetahui dasar ilmiah proses yang dilakukan,” kata Tadjudin menambahkan. Diakui, banyak harapan yang timbul dari penelitian sel induk dari embrio karena sel ini berpotensi berkembang jadi berbagai jenis sel yang menyusun aneka jenis organ tubuh.

 

Terus diperdebatkan

 

Dewasa ini sudah ada sejumlah peneliti melaporkan suatu cara memperoleh embrio yang etis, antara lain dengan cara membuat embrio partenogenetik dan melalui transfer inti yang diubah. Ini disebut pembuatan embrio yang etis. Pembentukannya dilakukan dengan penyuntikan suatu protein sperma pada sel telur yang memicu proses fertilisasi dan sel telur mulai membelah.

 

Pembelahan sel telur ini hanya dapat berkembang sampai stadium blastosis dan sel induk embrio kemudian dapat dipanen. Pada transfer inti yang diubah dilakukan transfer inti dengan DNA yang sudah diubah sehingga hasil fertilisasi tidak dapat berkembang jadi embrio atau fetus. Ia berhenti pada stadium blastosis. Menurut pendukung gagasan ini, gumpalan sel yang terbentuk tidak dapat disebut embrio karena tidak sempurna.

 

“Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh sel induk merupakan isu yang sangat kontroversial sebab berhubungan dengan isu awal kehidupan dan penghormatan terhadap kehidupan,” tuturnya. Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh sel induk menimbulkan kontroversi lantaran berhubungan dengan pengklonan manusia atau pengklonan reproduksi yang ditentang semua agama.

 

Dalam proses pemanenan sel induk dari embrio terjadi kerusakan pada embrio yang menyebabkannya mati. Pandangan bahwa embrio mempunyai status moral sama dengan manusia menyebabkan hal ini sulit diterima. Karena itu, pembuatan embrio untuk tujuan penelitian merupakan hal yang tidak dapat diterima banyak pihak.

 

Perdebatan tentang status moral embrio berkisar tentang apakah embrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sesuatu yang berpotensi sebagai manusia, atau sebagai jaringan hidup. “Di sini perlu kejelasan antara apa yang dimaksud dengan hidup dan kehidupan. Ditinjau dari sudut biologi, tidak jelas apakah embrio yang hidup dapat dianggap sebagai kehidupan,” kata Tadjudin.

 

Pandangan yang moderat menganggap suatu embrio berhak mendapat penghormatan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin tua usia embrio, kian tinggi tingkat penghormatan yang diberikan.

 

Pandangan liberal menganggap embrio pada stadium blastosis hanya sebagai gumpalan sel dan belum merupakan manusia sehingga dapat dipakai untuk penelitian. Namun, pandangan konservatif menganggap blastosis sebagai makhluk hidup.

 

Salah satu cara untuk menghindari masalah etika penggunaan embrio manusia adalah dengan eksperimen pengklonan lintas spesies. Teknologi ini masih dikembangkan dan belum banyak dikaji dari segi ilmiah dan etika.

 

“Perlu ada peraturan perundangan yang dibuat secara nasional dan tiap lembaga penelitian perlu membuat peraturan intern. Hal ini harus disertai pengawasan tentang penelitian sel induk ini,” ujar Tadjudin.

 

“Sosialisasi dan pendidikan masyarakat tentang stem cell harus dilakukan,” tuturnya menambahkan.
Keresahan di kalangan masyarakat dapat timbul akibat ketidaktahuan. Oleh karena itu, perlu ada sosialisasi dan pendudukan masyarakat tentang penelitian sel induk secara jujur. Sebab, ada kecenderungan untuk melaporkan keberhasilan dan menyembunyikan kegagalan. ***

Penulis: Evy Rachmawati

sumber : http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/17/084322.htm

Posted in UMUM | 1 Comment

Jumlah kematian Akibat Stroke

VIEW DATA:   Totals     Per capita  
Definition Source Printable version
 
    Bar Graph     Map  

Rank Countries Amount (top to bottom)
#1 Georgia: 1,790.68 deaths per 1 million peo  
#2 Romania: 1,504.79 deaths per 1 million peo  
#3 Croatia: 1,405.92 deaths per 1 million peo  
#4 Latvia: 966.376 deaths per 1 million peo  
#5 Moldova: 835.241 deaths per 1 million peo  
#6 Czech Republic: 785.08 deaths per 1 million peo  
#7 Kyrgyzstan: 681.112 deaths per 1 million peo  
#8 Barbados: 555.815 deaths per 1 million peo  
#9 Slovenia: 529.09 deaths per 1 million peo  
#10 Norway: 527.324 deaths per 1 million peo  
#11 Malta: 499.33 deaths per 1 million peo  
#12 Germany: 493.394 deaths per 1 million peo  
#13 Poland: 480.056 deaths per 1 million peo  
#14 Netherlands: 468.824 deaths per 1 million peo  
#15 Luxembourg: 467.378 deaths per 1 million peo  
#16 Spain: 466.672 deaths per 1 million peo  
#17 Austria: 455.101 deaths per 1 million peo  
#18 Denmark: 449.19 deaths per 1 million peo  
#19 South Africa: 354.794 deaths per 1 million peo  
#20 Slovakia: 330.51 deaths per 1 million peo  
#21 Uruguay: 311.768 deaths per 1 million peo  
#22 United States: 305.609 deaths per 1 million peo  
#23 Sweden: 291.491 deaths per 1 million peo  
#24 New Zealand: 286.989 deaths per 1 million peo  
#25 Argentina: 282.867 deaths per 1 million peo  
#26 Canada: 272.154 deaths per 1 million peo  
#27 Australia: 261.921 deaths per 1 million peo  
#28 Puerto Rico: 260.547 deaths per 1 million peo  
#29 Iceland: 242.639 deaths per 1 million peo  
#30 Brazil: 234.675 deaths per 1 million peo  
#31 Korea, South: 230.916 deaths per 1 million peo  
#32 Chile: 214.004 deaths per 1 million peo  
#33 Belize: 209.902 deaths per 1 million peo  
#34 Cayman Islands: 180.709 deaths per 1 million peo  
#35 Bahamas, The: 178.932 deaths per 1 million peo  
#36 Israel: 170.942 deaths per 1 million peo  
#37 Paraguay: 146.975 deaths per 1 million peo  
#38 Hungary: 144.799 deaths per 1 million peo  
#39 Estonia: 138.785 deaths per 1 million peo  
#40 El Salvador: 110.664 deaths per 1 million peo  
#41 Lithuania: 109.536 deaths per 1 million peo  
#42 Dominican Republic: 104.862 deaths per 1 million peo  
#43 Costa Rica: 89.8904 deaths per 1 million peo  
#44 Nicaragua: 88.0146 deaths per 1 million peo  
#45 Ecuador: 81.7121 deaths per 1 million peo  
#46 Venezuela: 77.0049 deaths per 1 million peo  
#47 Colombia: 71.3787 deaths per 1 million peo  
#48 Qatar: 54.458 deaths per 1 million peo  
#49 United Kingdom: 48.0965 deaths per 1 million peo  
#50 Bahrain: 43.5828 deaths per 1 million peo  
#51 Panama: 39.172 deaths per 1 million peo  
#52 Finland: 36.1861 deaths per 1 million peo  
#53 Mexico: 30.7901 deaths per 1 million peo  
#54 Cuba: 23.7948 deaths per 1 million peo  
#55 Peru: 16.9018 deaths per 1 million peo  
#56 Egypt: 13.328 deaths per 1 million peo  
#57 Thailand: 11.8562 deaths per 1 million peo  
#58 Japan: 9.00979 deaths per 1 million peo  
#59 Kuwait: 2.99658 deaths per 1 million peo  
  Weighted average: 330.1 deaths per 1 million peo  
Posted in UMUM | Leave a comment